Mendengar
nama Inspektur Vijai mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita.
Yah, dia adalah tokoh polisi di beberapa film India pada era 80-an. Anda
mungkin tidak pernah lupa dengan gayanya, dengan seragam polisi
bersenjatakan pistol revloper 6 peluru dan dilengkapi dengan mobil jeep
willyz tahun 60-an. Seluruh aksesoris tersebut melengkapi ketampanan
sosok Vijai yang dibintangi oleh Amitabh Bachchan. Dia menjadi idola
berkat aksi-aksinya menumpas komplotan tuan Takur. Walaupun kadangkala
penonton harus kecewa, karena Inspektur Vijai datang terlambat.
Sosok
Bazuki Tjahaja Purnama atau Ahok tentunya tidak sama dengan Inspektur
Vijai. Selain zamannya, problem yang dihadapi Ahok dan Vijai pun jauh
berbeda. Namun berbeda halnya dengan film “SINGHAM”. Bagi yang belum
pernah menonton, film tersebut cukup menginspirasi anda tentang
bagaimana menjadi aparat yang sejati. Film yang dirilis tahun 2011 ini
mungkin tidak begitu populer di tanah air. Karena memang setting dan
alur ceritanya sangat jauh dari tema percintaan yang cengeng lagi lebai
yang menjadi kriteria film idola di Indonesia. Film yang dibintangi oleh
Ajav Devgan dan Kajal Aggarwal
ini menguak beberapa fakta tentang lemahnya peran aparat di India
sehingga menjadi ruang yang menganga bagi para premanisme dan politisi
busuk.
Rohit
Shetty sutradara film tersebut memahami betul bahwa lemahnya aparat
pemerintah tidak hanya terjadi di India, akan tetapi sudah menjadi virus
ganas yang menjangkiti hampir di setiap negara. Mungkin karena tema
yang universal tersebut, film Singham meraih sukses besar pada bulan
juli 2011. Singham menjadi salah satu dari empat film bollywood yang
meledak dipasaran.
Walaupun
film tersebut sudah cukup lama, namun di Indonesia saya baru merasakan
film tersebut menjadi realita. Ruh Inspektur Singham seolah-olah
menjelma disetiap kepribadian Ahok. Meski hanya sebagai pendamping
Jokowi dalam membangun Jakarta, peran Ahok cukup signifikan. Jika Jokowi
berhasil membangun rasa cinta masyarakat terhadap pemerintah, Ahok
mampu memposisikan pemerintah DKI Jakarta sebagai pemerintah yang
disegani. Bahkan baru-baru ini, Ahok terang-terangan menyatakan tidak
takut mati untuk membangun Jakarta. Pernyataan tersebut membuat saya
tersentak! Ditengah maraknya kasus korupsi kepala daerah dan pejabat
negara yang berdampak sistemik (kematian) kepada rakyat. Ahok
justru mempertaruhkan nyawanya untuk membangun Jakarta. Pernyataan
tersebut menjadi pil penawar rindu atas harapan masyarakat yang tak
kunjung direalisasikan.
Film
Singham juga memberikan gambaran kepada kita bahwa dibutuhkan
kecerdasan, strategi dan nyali untuk menghadapi pejabat busuk,
premanisme dan konglomerat yang licik. Dalam beberapa adegan, Inspektur
Singham menampar wajah bahkan menendang menteri yang kongkalikong dengan
preman. Menariknya, Ahok pun melakukan hal yang serupa. Beliau
“menampar” wajah menteri Gamawan Fauzi dengan statement yang pedas tapi
berdasar. Melalui candaanya, Ahok memberikan analogi yang sederhana
dalam menjawab kritikan Gamawan Fauzi terkait polemik Lurah Lenteng
Agung, Susan Jasmine. Bahkan Ahok meminta kepada Gamawan Fauzi untuk
kembali belajar konstitusi. Di adegan lain, Inspektur Singham
menertibkan preman pasar di desanya. Hal tersebut juga pernah dilakukan
oleh Ahok sewaktu menghadapi preman pasar tanah abang.
Bagi
saya, sosok Ahok adalah sosok Inspektur Singham yang merealita. Dia
berhasil menggabungkan antara ketulusan/pengabdian dengan keberanian.
Ahok tampil menjadi PEMBELA KEBENARAN yang tidak takut mati. Jika
Singham punya kemampuan ilmu bela diri, Ahok punya kecerdasan birokrasi
yang tak tertandingi. Walaupun belum lama bersama Jokowi memimpin
Jakarta, Ahok sudah membuktikan kepada kita semua, bahwa membela negara
butuh keberanian dan kecerdasan. Saya percaya jika Ahok meyakini bahwa
mati di jalan kebenaran adalah mati di jalan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar