Minggu, 31 Agustus 2014

REKREASI DI TAMAN LANSIA SURABAYA





Setiap dua bulan sekali saya mengunjungi Kota Surabaya. Istri saya yang berdomisili di kota ini menjadi alasan kedatangan saya. Setelah menikah di tahun 2011 silam, kami terpaksa harus berpisah tempat tinggal. Istri di Surabaya dan saya di Makassar. Di Kota Surabaya, ia bekerja di salah satu perusahaan BUMN sejak tahun 2010. Menurut pengakuan rekan kerja yang juga serumah dengannya, istri saya menjadi karyawan termuda sekaligus tercantik yang pernah ada.

Mengunjungi kota ini merupakan momen yang paling kutunggu. Alasannya sederhana, Kota Surabaya adalah salah satu kota di Indonesia yang tertata dengan indah. Kota ini menawarkan banyak tempat alternatif untuk memanjakan wisatawan maupun masyarakatnya. Biasanya, lokasi yang paling ramai dikunjungi di akhir pekan adalah taman-taman kota. Maklumlah, Kota Surabaya memiliki kurang lebih 25 taman aktif. Beberapa diantaranya oleh pemerintah kota telah diikutkan pada ajang kompetisi taman se-dunia. Hasilnya cukup membanggakan, pada tahun 2013 Taman Bungkul yang diracik langsung oleh walikota Surabaya ibu Tri Rismaharini menerima penghargaan Taman Terbaik se-Asia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Wajar saja jika beberapa waktu lalu ibu Walikota murka akibat ulah salah satu perusahaan yang membagikan es krim gratis sehingga merusak Taman Bungkul dan jalur hijau yang berada disekitarnya.

***

Pagi ini, untuk kesekian kalinya saya dan istri mengunjungi Taman Lansia yang terletak di Jl. Kalimantan pusat kota Surabaya. Di area seluas 2.000 m2 ini dulunya adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) namun beralih fungsi menjadi ruang terbuka hijau. Sudah menjadi kegemaran kami berekreasi ke taman-taman kota. Beberapa waktu yang lalu, kami juga pernah mengunjungi Wisata Kebun yang terletak di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Jaraknya kurang lebih 60 km dari tempat tinggal kami di Kota Makassar. Demi berburu udara segar, kami bersedia melakukan perjalanan jauh dan melelahkan. 

Sesuai namanya, Taman Lansia memang diperuntukkan bagi yang sudah lanjut usia. Namun faktanya, ada banyak pengunjung taman yang masih terbilang muda. Bahkan anak-anak kerap kali kami jumpai saat mengunjungi lokasi ini. Tak ada larangan bagi yang bukan lansia. Bisa jadi, taman ini dinamai Taman Lansia agar mendorong masyarakat yang sudah lanjut usia untuk mau berolahraga sambil menghirup udara segar. Tapi substansinya adalah semua masyarakat harus sehat dengan cara berolahraga dan menghirup udara segar. Sehingga tidak ada batasan usia untuk bisa memasuki sebuah taman-taman kesehatan.




Dihiasi dengan bunga-bunga yang indah serta pepohonan yang rindang adalah syarat utama taman kota. Namun kelebihan Taman Lansia selain lokasinya yang sejuk, terdapat bermacam fasilitas, seperti jogging track, jalur pijat refleksi, area bermain anak, air mancur, dan lampu-lampu hias. Dari seluruh fasilitas yang ada, jalur pijat refleksilah yang paling saya senangi. Jalur tersebut dibuat melingkar mengintari taman dengan lebar kurang lebih 2 meter. Pada permukaannya tertancap ribuan batu kerikil tajam yang berfungsi untuk merefleksi telapak kaki. Bagi yang mengidap penyakit akan merasa kesakitan jika berjalan di atas jalur tersebut. Tapi tenang saja, rasa sakit yang diderita adalah pengaruh dari peredaran darah yang tidak lancar. Sehingga membiasakan berjalan di jalur tersebut tentunya dapat memperbaiki kesehatan.

Pijat refleksi atau yang lebih populer dengan istilah Refleksologi merupakan salahsatu ilmu pengobatan tertua yang pernah ada. Di Asia, Ilmu ini lebih akrab dengan akupresur yang ditemukan sejak 5000 tahun SM. Pada perkembangannya, di tahun 1900-an ilmu ini kemudian dikenal dengan Refleksologi Modern. Beberapa dokter yang meneliti tentang ilmu ini menemukan titik-titik spesifik pada kaki dan tangan yang berhubungan dengan berbagai organ, kelenjar, dan struktur dalam tubuh manusia. Sehingga memberikan tekanan pada titik-titik kaki, organ atau kelenjar yang sesuai akan memperlancar peredaran darah dan menghilangkan toxin atau racun dalam tubuh.


Terlepas dari sejarah panjang tentang ilmu refleksologi, saya sangat merasakan manfaat dari Taman Lansia. Sehabis berkeliling taman, saya merasakan seluruh badan menjadi bugar. Saya meyakini bahwa untuk memperoleh tubuh yang sehat tidak harus berada pada tempat fitnes atau sejenisnya. Pemerintah Kota Surabaya telah menyediakan beberapa tempat olahraga alternatif tanpa dipungut biaya. Sehingga bagi mereka yang ingin sehat tanpa merogoh kocek dapat memilih taman-taman alternatif yang telah disediakan. Namun, terkadang saya harus kecewa karena tidak dapat berkunjung ke taman tersebut karena kesibukan sang istri. Tak lama, kekecewaan itu akan segera sirna karena sang istri memberikan refleksi di malam hari. Refleksi yang berbeda tentunya. Hmmm

Surabaya, 31 Agustus 2014


Sabtu, 30 Agustus 2014

Jokowi Lebih Mirip Ahmadinejad

Tampilnya Jokowi di panggung politik tanah air tentunya menjadi hal yang selalu menarik untuk dikaji. Ia bagaikan kupu-kupu yang terbang di atas hamparan padang tandus. Walau hanya seorang gubernur, Jokowi mampu menggeser paradigma masyarakat tentang pemimpin politik. Yang dulunya kelam, kini semakin terang benderang. Dengan tulus membangun Jakarta, ia mengedukasi masyarakat tentang tafsir hakiki pemimpin ideal. Ia berhasil menjadi idola baru rakyat Indonesia ditengah beranekaragam krisis yang melanda. Harapan besar masyarakat seolah-olah ditumpukkan di atas pundaknya. Walaupun ia tidak pernah menyatakan langsung untuk menjadi presiden, akan tetapi rakyat Indonesia sangat menantikan sosok beliau yang menakhodai bangsa ini. Bangsa yang sudah puluhan tahun kehilangan kompas kemanusiaan.

Bulan ini, dukungan Jokowi untuk maju pada pilpres 2014 mendatang semakin kencang. Data dari sebagian besar lembaga survei menunjukkan elektabilitas Jokowi kian meroket. Posisinya semakin sulit tertandingi, bahkan basis pendukung Jokowi yang terbentuk secara mandiri kian meluas. Ia bagaikan pembalap moto GP berkelas 1.500 cc yang sedang memimpin klasemen.

13806994301719212679

Keringat Dingin
Dari hasil survei Litbang Kompas, tingkat keterpilihan Jokowi mencapai 32,5 persen. Jokowi menempati posisi puncak dengan selisih yang terpaut jauh dengan beberapa calon lainnya. Hal inilah yang membuat keringat dingin beberapa politisi tanah air mengalir deras. Mereka tengah disibukkan untuk menjegal Jokowi agar tidak mencalonkan diri. Tak pelak lagi, Jokowi menjadi common enemy bagi para calon-calon lain. Jika Prabowo Subianto menganggap hasil survei tersebut adalah pesanan, berbeda halnya dengan Amien Rais yang menyamakan Jokowi dengan mantan presiden Philipina Joseph Estrada. Pernyataan tersebut justru menjadi blunder besar bagi Amien Rais, ia malah mendapat kritikan balik dari para pecinta Jokowi. Pak Amien lupa bahwa menjadi tokoh politik tidak bisa lepas dari popularitas. Dan memang faktanya Jokowi populer karena kebaikan, bukan karena pesanan maupun blow-up yang mengada-ada.

1380699519611436121

Sosok Mahmoud Ahmadinejad
Bagi saya, Jokowi lebih tepat jika disandingkan dengan mantan presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinjead. Sebelum menjadi presiden Iran dua kali berturut-turut, Ahmadinejad pernah menjadi Walikota Teheran, ibu kota Iran. Ia menjadi tokoh yang populis karena karakternya yang kuat. Ia tidak segan-segan menghujat Amerika dan komplotannya dibeberapa pertemuan berkelas PBB. Seketika, Ia menjadi tokoh fenomenal se-jagad raya. Di internal negaranya, dia mendengarkan keluh kesah masyarakat melalui surat yang ditujukan langsung kepada dirinya, kemudian ditanggapi dengan aksi yang kongkret. Selama menjabat tahun 2005, Ahmadinejad menerima 9 juta surat dari rakyatnya yang sebagian besar ditulis oleh rakyat miskin. Dari banyaknya harapan masyarakat tersebut, Ahmadinejad kemudian membentuk komisi khusus untuk menanganinya. Ahmadinejad juga dikenal sebagai pemimpin yang tidak suka menggunakan fasilitas yang diberikan negara. Selama menjabat sebagai walikota, ia tidak menggunakan pengawalan khusus. Bahkan mobil yang dia gunakan adalah sedan butut miliknya bermerek Peugeot 504 tahun 1977 tanpa  supir pribadi.

Jokowi dan Ahmadinejad, Miripkah?
Antara Jokowi dan Ahmadinejad memang memiliki kelas yang berbeda. Jika Jokowi seorang gubernur, Ahmadiejad adalah seorang mantan kepala negara. Tapi saya melihat, sosok mereka berdua punya beberapa kesamaan yang menjadikan mereka populer di negara masing-masing. Saya mencatat kesamaan antara mereka berdua, yakni:
Anti Korupsi, Jokowi dan Ahmadinejad adalah dua tokoh yang sama-sama jauh dari infeksi penyakit korupsi. Diawal pemerintahannya, Jokowi langsung melakukan pertemuan dengan KPK untuk membahas stategi membrantas korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Tentunya ini jauh berbeda dengan kepala daerah yang lain. Mereka justru menghindari berkunjung ke gedung KPK. Komisi khusus itu lebih dimaknai sebagai neraka bagi pejabat negara.
Lain halnya dengan aksi Ahmadinejad dalam membrantas korupsi di Iran. Selama ia menjabat, kurang lebih 360 orang yang dihukum mati karena kasus korupsi. Ahmadinejad memang tidak menyisakan ruang toleransi bagi pejabat yang korup. Karena korupsi merupakan salah satu penyebab utama atas kesengsaraan rakyat di Iran.
Sederhana, Kebijakan seorang pemimpin tentunya sangat dipengaruhi oleh gaya hidupnya. Rumusnya cukup sederhana, yaitu gaya hidup harus selalu disesuaikan dengan pendapatan. Jika gaya hidup seorang pejabat parlente, pastilah dia harus mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Nah, jika penghasilan rutin pejabat tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhannya, maka jalan satu-satunya adalah korupsi. Inilah salah satu akar yang menyebabkan korupsi membudaya di kalangan pejabat. Korupsi adalah persoalan gaya hidup yang keliru , tidak lebih! Simak saja di beberapa pejabat yang tersandung kasus korupsi, semuanya menunjukkan gaya hidup yang super mewah.
Jokowi dan Ahmadinejad adalah dua berlian yang berkilau di tumpukan kerikil hitam itu. Mereka menjadi pembeda atas kehidupan glamor para pejabat. Mereka terbebas dari penjara materialisme yang rendah. Hingga akal sehat menuntun kita bahwa sebenarnya derajat seseorang tidak diukur dari harta kekayaan, melainkan dari kesederhanaan. Karena hidup sederhana adalah kekayaan yang hakiki. Bahkan tercatat, Ahmadinejad adalah salah satu presiden termiskin di dunia yang pernah ada.
Jika di Iran Ahmadinejad tinggal dirumah yang tidak memiliki sofa, Jokowi tetap bahagia menggunakan sepatu robeknya atau memilih makan di warteg ketimbang di restoran mewah. Mereka berdua pun lebih memilih menggunakan kemeja putih sebagai simbol kesederhanaan dan kesucian.
Bernyali, Bagi saya salah satu indikator pemimpin yang bernyali adalah kemampuannya menolak intervensi asing. Amerika dan sekutunya adalah preman berkelas super kakap yang memiliki segala cara untuk melumpuhkan suatu negara. Kasus embargo ekonomi yang dijatuhkan untuk Iran tidak lain merupakan pil pahit atas penolakan Ahmadinejad terhadap keinginan Amerika. Ahmadinejad bersikeras bahwa tujuan program nuklir Iran adalah kedamaian. Segala cara telah dilakukan oleh Amerika dan sekutunya untuk menghentikan program tersebut, termasuk mengirim kapal induk di teluk Persia pada bulan juni 2012 lalu. Namun hal tersebut tidak menggoyahkan nyali seorang Mahmoud Ahmadinejad, beliau tetap tegar dengan pendiriannya untuk menjadikan Iran sebagai negara yang berdaulat.
Lain halnya dengan Jokowi, beberapa bulan yang lalu Jokowi menyatakan membatalkan proyek utang Bank Dunia sebesar Rp.1,2 Triliun untuk proyek Jakarta Emergency Dredging Intiative (JEDI) yang digagas oleh gubernur Fauzi Bowo. Secara terang-terangan, Jokowi menegaskan untuk tidak mau diatur-atur oleh Bank Dunia. Ini membuktikan Jokowi tidak mau diintervensi dari pihak asing yang menyusup melalui bantuan Bank Dunia maupun IMF.
Cerdas, Jika anda menganggap Jokowi hanya bermodal ketulusan, saya pikir itu keliru. Walaupun berlatar belakang pengusaha meubel, Jokowi adalah pemimpin yang tulus dan sangat cerdas. Di negeri ini, sangat langka kita jumpai kasus relokasi PKL yang tidak berujung bentrok. Pada beberapa kasus, melalui media kita disuguhkan tangisan warga yang pilu. Para PKL digusur dengan mesin raksasa yang menghujam atap penghasilan mereka. Mengapa demikian? Menurut saya hal ini tidak lepas dari bodohnya beberapa kepala daerah. Mereka tidak menggunakan akal sehat, melainkan menggunakan pendekatan hewani dalam menyelesaikan problem kemanusiaan. Intinya mereka tidak cerdas!

Di tengah tradisi gusur-menggusur, Jokowi menampilkan gaya baru. Gaya yang lebih manusiawi. Berbekal pengalaman merelokasi PKL dan pasar di Solo, Jokowi membuktikan bahwa teorinya bisa dilakukan dimana saja. Termasuk di DKI Jakarta yang sukses menertibkan PKL Tanah Abang yang berujung manis bagi para pedagang. Bagi saya, fakta tersebut cukup membuktikan bahwa Jokowi adalah sosok pemimpin yang cerdas.
Kecerdasan Ahmadinejad juga menjadi alasan mendasar sehingga terpilih menjadi presiden Iran. Selama dua periode memimpin Iran, Ahmadinejad menjadi sorotan panggung politik dunia. Selama menjabat, mantan presiden yang bergelar Doktor (Ph.D.) ini sering melakukan lawatan ke beberapa pertemuan di PBB. Tanpa gentar ia melakukan orasi-orasi politiknya di hadapan para pemimpin dunia.

Gaya Ahok Mirip Polisi India

138063066979658551

Mendengar nama Inspektur Vijai mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Yah, dia adalah tokoh polisi di beberapa film India pada era 80-an. Anda mungkin tidak pernah lupa dengan gayanya, dengan seragam polisi bersenjatakan pistol revloper 6 peluru dan dilengkapi dengan mobil jeep willyz tahun 60-an. Seluruh aksesoris tersebut melengkapi ketampanan sosok Vijai yang dibintangi oleh Amitabh Bachchan. Dia menjadi idola berkat aksi-aksinya menumpas komplotan tuan Takur. Walaupun kadangkala penonton harus kecewa, karena Inspektur Vijai datang terlambat.
Sosok Bazuki Tjahaja Purnama atau Ahok tentunya tidak sama dengan Inspektur Vijai. Selain zamannya, problem yang dihadapi Ahok dan Vijai pun jauh berbeda. Namun berbeda halnya dengan film “SINGHAM”. Bagi yang belum pernah menonton, film tersebut cukup menginspirasi anda tentang bagaimana menjadi aparat yang sejati. Film yang dirilis tahun 2011 ini mungkin tidak begitu populer di tanah air. Karena memang setting dan alur ceritanya sangat jauh dari tema percintaan yang cengeng lagi lebai yang menjadi kriteria film idola di Indonesia. Film yang dibintangi oleh Ajav Devgan dan Kajal Aggarwal ini menguak beberapa fakta tentang lemahnya peran aparat di India sehingga menjadi ruang yang menganga bagi para premanisme dan politisi busuk.

Rohit Shetty sutradara film tersebut memahami betul bahwa lemahnya aparat pemerintah tidak hanya terjadi di India, akan tetapi sudah menjadi virus ganas yang menjangkiti hampir di setiap negara. Mungkin karena tema yang universal tersebut, film Singham meraih sukses besar pada bulan juli 2011. Singham menjadi salah satu dari empat film bollywood yang meledak dipasaran.
Walaupun film tersebut sudah cukup lama, namun di Indonesia saya baru merasakan film tersebut menjadi realita. Ruh Inspektur Singham seolah-olah menjelma disetiap kepribadian Ahok. Meski hanya sebagai pendamping Jokowi dalam membangun Jakarta, peran Ahok cukup signifikan. Jika Jokowi berhasil membangun rasa cinta masyarakat terhadap pemerintah, Ahok mampu memposisikan pemerintah DKI Jakarta sebagai pemerintah yang disegani. Bahkan baru-baru ini, Ahok terang-terangan menyatakan tidak takut mati untuk membangun Jakarta. Pernyataan tersebut membuat saya tersentak! Ditengah maraknya kasus korupsi kepala daerah dan pejabat negara yang berdampak sistemik (kematian) kepada rakyat. Ahok justru mempertaruhkan nyawanya untuk membangun Jakarta. Pernyataan tersebut menjadi pil penawar rindu atas harapan masyarakat yang tak kunjung direalisasikan.

1380630890636723404

­Film Singham juga memberikan gambaran kepada kita bahwa dibutuhkan kecerdasan, strategi dan nyali untuk menghadapi pejabat busuk, premanisme dan konglomerat yang licik. Dalam beberapa adegan, Inspektur Singham menampar wajah bahkan menendang menteri yang kongkalikong dengan preman. Menariknya, Ahok pun melakukan hal yang serupa. Beliau “menampar” wajah menteri Gamawan Fauzi dengan statement yang pedas tapi berdasar. Melalui candaanya, Ahok memberikan analogi yang sederhana dalam menjawab kritikan Gamawan Fauzi terkait polemik Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmine. Bahkan Ahok meminta kepada Gamawan Fauzi untuk kembali belajar konstitusi. Di adegan lain, Inspektur Singham menertibkan preman pasar di desanya. Hal tersebut juga pernah dilakukan oleh Ahok sewaktu menghadapi preman pasar tanah abang.
Bagi saya, sosok Ahok adalah sosok Inspektur Singham yang merealita. Dia berhasil menggabungkan antara ketulusan/pengabdian dengan keberanian. Ahok tampil menjadi PEMBELA KEBENARAN yang tidak takut mati. Jika Singham punya kemampuan ilmu bela diri, Ahok punya kecerdasan birokrasi yang tak tertandingi. Walaupun belum lama bersama Jokowi memimpin Jakarta, Ahok sudah membuktikan kepada kita semua, bahwa membela negara butuh keberanian dan kecerdasan. Saya percaya jika Ahok meyakini bahwa mati di jalan kebenaran adalah mati di jalan Tuhan.