Setiap
dua bulan sekali saya mengunjungi Kota Surabaya. Istri saya yang berdomisili di
kota ini menjadi alasan kedatangan saya. Setelah menikah di tahun 2011 silam,
kami terpaksa harus berpisah tempat tinggal. Istri di Surabaya dan saya di Makassar.
Di Kota Surabaya, ia bekerja di salah satu perusahaan BUMN sejak tahun 2010. Menurut
pengakuan rekan kerja yang juga serumah dengannya, istri saya menjadi karyawan
termuda sekaligus tercantik yang pernah ada.
Mengunjungi
kota ini merupakan momen yang paling kutunggu. Alasannya sederhana, Kota
Surabaya adalah salah satu kota di Indonesia yang tertata dengan indah. Kota
ini menawarkan banyak tempat alternatif untuk memanjakan wisatawan maupun masyarakatnya.
Biasanya, lokasi yang paling ramai dikunjungi di akhir pekan adalah taman-taman
kota. Maklumlah, Kota Surabaya memiliki kurang lebih 25 taman aktif. Beberapa diantaranya
oleh pemerintah kota telah diikutkan pada ajang kompetisi taman se-dunia.
Hasilnya cukup membanggakan, pada tahun 2013 Taman Bungkul yang diracik
langsung oleh walikota Surabaya ibu Tri Rismaharini menerima penghargaan Taman Terbaik
se-Asia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Wajar saja jika beberapa waktu
lalu ibu Walikota murka akibat ulah salah satu perusahaan yang membagikan es
krim gratis sehingga merusak Taman Bungkul dan jalur hijau yang berada disekitarnya.
***
Pagi
ini, untuk kesekian kalinya saya dan istri mengunjungi Taman Lansia yang
terletak di Jl. Kalimantan pusat kota Surabaya. Di area seluas 2.000 m2 ini
dulunya adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) namun beralih fungsi
menjadi ruang terbuka hijau. Sudah menjadi kegemaran kami berekreasi ke taman-taman
kota. Beberapa waktu yang lalu, kami juga pernah mengunjungi Wisata Kebun yang
terletak di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Jaraknya kurang lebih 60 km dari tempat
tinggal kami di Kota Makassar. Demi berburu udara segar, kami bersedia
melakukan perjalanan jauh dan melelahkan.
Sesuai
namanya, Taman Lansia memang diperuntukkan bagi yang sudah lanjut usia. Namun
faktanya, ada banyak pengunjung taman yang masih terbilang muda. Bahkan
anak-anak kerap kali kami jumpai saat mengunjungi lokasi ini. Tak ada larangan
bagi yang bukan lansia. Bisa jadi, taman ini dinamai Taman Lansia agar mendorong
masyarakat yang sudah lanjut usia untuk mau berolahraga sambil menghirup udara
segar. Tapi substansinya adalah semua masyarakat harus sehat dengan cara
berolahraga dan menghirup udara segar. Sehingga tidak ada batasan usia untuk
bisa memasuki sebuah taman-taman kesehatan.
Dihiasi dengan bunga-bunga yang indah serta pepohonan yang rindang adalah syarat utama taman
kota. Namun kelebihan Taman Lansia selain lokasinya yang sejuk, terdapat bermacam
fasilitas, seperti jogging track, jalur
pijat refleksi, area bermain anak, air mancur, dan lampu-lampu hias. Dari seluruh
fasilitas yang ada, jalur pijat refleksilah yang paling saya senangi. Jalur
tersebut dibuat melingkar mengintari taman dengan lebar kurang lebih 2 meter. Pada
permukaannya tertancap ribuan batu kerikil tajam yang berfungsi untuk merefleksi
telapak kaki. Bagi yang mengidap penyakit akan merasa kesakitan jika berjalan
di atas jalur tersebut. Tapi tenang saja, rasa sakit yang diderita adalah pengaruh
dari peredaran darah yang tidak lancar. Sehingga membiasakan berjalan di jalur tersebut
tentunya dapat memperbaiki kesehatan.
Pijat
refleksi atau yang lebih populer dengan istilah Refleksologi merupakan salahsatu ilmu pengobatan tertua yang pernah
ada. Di Asia, Ilmu ini lebih akrab dengan akupresur yang ditemukan sejak 5000
tahun SM. Pada perkembangannya, di tahun 1900-an ilmu ini kemudian dikenal
dengan Refleksologi Modern. Beberapa dokter yang meneliti tentang ilmu ini menemukan titik-titik spesifik pada
kaki dan tangan yang berhubungan dengan berbagai organ, kelenjar, dan struktur
dalam tubuh manusia. Sehingga memberikan tekanan pada titik-titik
kaki, organ atau kelenjar yang sesuai akan memperlancar peredaran darah dan
menghilangkan toxin atau racun dalam
tubuh.
Terlepas dari sejarah panjang tentang ilmu refleksologi, saya sangat merasakan
manfaat dari Taman Lansia. Sehabis berkeliling taman, saya merasakan seluruh
badan menjadi bugar. Saya meyakini bahwa untuk memperoleh tubuh yang sehat
tidak harus berada pada tempat fitnes
atau sejenisnya. Pemerintah Kota Surabaya telah menyediakan beberapa tempat olahraga alternatif tanpa dipungut
biaya. Sehingga bagi mereka yang ingin sehat tanpa merogoh kocek dapat memilih
taman-taman alternatif yang telah disediakan. Namun, terkadang saya harus kecewa
karena tidak dapat berkunjung ke taman tersebut karena kesibukan sang istri. Tak
lama, kekecewaan itu akan segera sirna karena sang istri memberikan refleksi di
malam hari. Refleksi yang berbeda tentunya. Hmmm
Surabaya, 31 Agustus 2014